Rabu, 20 Juni 2012

indonesia negri saba'

Alfita ummahati
<<<<<Borobudur Peninggalan Nabi Sulaiman AS?>>>>>
Sekilas jika kita membaca buku baru tentang Sundaland bagian dari Indonesia, apakah banjir saat zaman es yang mencair dan cerita dari buku tersebut ada sangkut pautnya dengan kisah di bawah? yang jelas saat mendengarkan file rekaman gambar kurang lebih 60 menit yang ada juga bahasan 17-8-45 kesemuanya tertuang dalam bentuk stupa2 yang berbentuk piringan yang ada pada candi borobudur hanya waktu yang bisa menjawab nantinya. Apakah zaman keemasan bangkitnya Indonesia akan datang pada suatu masa nanti nya waktu jua yang dapat menjawabnya.

Membaca judul diatas, tentu banyak orang yang akan mengernyitkan dahi, sebagai tanda ketidakpercayaannya. Bahkan, mungkin demikian pula dengan Anda. Sebab, Nabi Sulaiman AS adalah seorang utusan Allah yang diberikan keistimewaan dengan kemampuannya menaklukkan seluruh makhluk ciptaan Allah, termasuk angin yang tunduk di bawah kekuasaannya atas izin Allah. Bahkan, burung dan jin selalu mematuhi perintah Sulaiman. Silahkan baca artikel di bawah ini yang kami himpun dari republika.co.id untuk lebih lengkapnya.

Menurut Sami bin Abdullah al-Maghluts, dalam bukunya Atlas Sejarah Nabi dan Rasul, Nabi Sulaiman diperkirakan hidup pada abad ke-9 Sebelum Masehi (989-931 SM), atau sekitar 3.000 tahun yang lalu. Sementara itu, Candi Borobudur sebagaimana tertulis dalam berbagai buku sejarah nasional, didirikan oleh Dinasti Syailendra pada akhir abad ke-8 Masehi atau sekitar 1.200 tahun yang lalu. Karena itu, wajarlah bila banyak orang yang mungkin tertawa kecut, geli, dan geleng-geleng kepala bila disebutkan bahwa Candi Borobudur didirikan oleh Nabi Sulaiman AS.


Candi Borobudur merupakan candi Budha. Berdekatan dengan Candi Borobudur adalah Candi Pawon dan Candi Mendut. Beberapa kilometer dari Candi Borobudur, terdapat Candi Prambanan, Candi Kalasan, Candi Sari, Candi Plaosan, dan lainnya. Candi-candi di dekat Prambanan ini merupakan candi Buddha yang didirikan sekitar tahun 772 dan 778 Masehi.

Lalu, apa hubungannya dengan Sulaiman? Benarkah Candi Borobudur merupakan peninggalan Nabi Sulaiman yang hebat dan agung itu? Apa bukti-buktinya? Benarkah ada jejak-jejak Islam di candi Buddha terbesar itu? Tentu perlu penelitian yang komprehensif dan melibatkan berbagai pihak untuk membuktikan validitas dan kebenarannya.

Namun, bila pertanyaan di atas diajukan kepada KH Fahmi Basya, ahli matematika Islam itu akan menjawabnya; benar. Borobudur merupakan peninggalan Nabi Sulaiman yang ada di tanah Jawa.

Dalam bukunya, Matematika Islam 3 (Republika, 2009), KH Fahmi Basya menyebutkan beberapa ciri-ciri Candi Borobudur yang menjadi bukti sebagai peninggalan putra Nabi Daud tersebut. Di antaranya, hutan atau negeri Saba, makna Saba, nama Sulaiman, buah maja yang pahit, dipindahkannya istana Ratu Saba ke wilayah kekuasaan Nabi Sulaiman, bangunan yang tidak terselesaikan oleh para jin, tempat berkumpulnya Ratu Saba, dan lainnya.

Dalam Alquran, kisah Nabi Sulaiman dan Ratu Saba disebutkan dalam surah An-Naml [27]: 15-44, Saba [34]: 12-16, al-Anbiya [21]: 78-81, dan lainnya. Tentu saja, banyak yang tidak percaya bila Borobudur merupakan peninggalan Sulaiman.

Di antara alasannya, karena Sulaiman hidup pada abad ke-10 SM, sedangkan Borobudur dibangun pada abad ke-8 Masehi. Kemudian, menurut banyak pihak, peristiwa dan kisah Sulaiman itu terjadi di wilayah Palestina, dan Saba di Yaman Selatan, sedangkan Borobudur di Indonesia.

Tentu saja hal ini menimbulkan penasaran. Apalagi, KH Fahmi Basya menunjukkan bukti-buktinya berdasarkan keterangan Alquran. Lalu, apa bukti sahih andai Borobudur merupakan peninggalan Sulaiman atau bangunan yang pembuatannya merupakan perintah Sulaiman?

Menurut Fahmi Basya, dan seperti yang penulis lihat melalui relief-relief yang ada, memang terdapat beberapa simbol, yang mengesankan dan identik dengan kisah Sulaiman dan Ratu Saba, sebagaimana keterangan Alquran. Pertama adalah tentang tabut, yaitu sebuah kotak atau peti yang berisi warisan Nabi Daud AS kepada Sulaiman. Konon, di dalamnya terdapat kitab Zabur, Taurat, dan Tingkat Musa, serta memberikan ketenangan. Pada relief yang terdapat di Borobudur, tampak peti atau tabut itu dijaga oleh seseorang.

“Dan Nabi mereka mengatakan kepada mereka: ‘Sesungguhnya tanda ia akan menjadi raja, ialah kembalinya tabut kepadamu, di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun; tabut itu dibawa malaikat. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda bagimu, jika kamu orang yang beriman’.” (QS Al-Baqarah [2]: 248).

Kedua, pekerjaan jin yang tidak selesai ketika mengetahui Sulaiman telah wafat. (QS Saba [34]: 14). Saat mengetahui Sulaiman wafat, para jin pun menghentikan pekerjaannya. Di Borobudur, terdapat patung yang belum tuntas diselesaikan. Patung itu disebut dengan Unfinished Solomon.

Ketiga, para jin diperintahkan membangun gedung yang tinggi dan membuat patung-patung. (QS Saba [34]: 13). Seperti diketahui, banyak patung Buddha yang ada di Borobudur. Sedangkan gedung atau bangunan yang tinggi itu adalah Candi Prambanan.

Keempat, Sulaiman berbicara dengan burung-burung dan hewan-hewan. (QS An-Naml [27]: 20-22). Reliefnya juga ada. Bahkan, sejumlah frame relief Borobudur bermotifkan bunga dan burung. Terdapat pula sejumlah relief hewan lain, seperti gajah, kuda, babi, anjing, monyet, dan lainnya.

Kelima, kisah Ratu Saba dan rakyatnya yang menyembah matahari dan bersujud kepada sesama manusia. (QS An-Naml [27]: 22). Menurut Fahmi Basya, Saba artinya berkumpul atau tempat berkumpul. Ungkapan burung Hud-hud tentang Saba, karena burung tidak mengetahui nama daerah itu. “Jangankan burung, manusia saja ketika berada di atas pesawat, tidak akan tahu nama sebuah kota atau negeri,” katanya menjelaskan. Ditambahkan Fahmi Basya, tempat berkumpulnya manusia itu adalah di Candi Ratu Boko yang terletak sekitar 36 kilometer dari Borobudur. Jarak ini juga memungkinkan burung menempuh perjalanan dalam sekali terbang.

Keenam, Saba ada di Indonesia, yakni Wonosobo. Dalam Alquran, wilayah Saba ditumbuhi pohon yang sangat banyak. (QS Saba [34]: 15). Dalam kamus bahasa Jawi Kuno, yang disusun oleh Dr Maharsi, kata ‘Wana’ bermakna hutan. Jadi, menurut Fahmi, wana saba atau Wonosobo adalah hutan Saba.

Ketujuh, buah ‘maja’ yang pahit. Ketika banjir besar (Sail al-Arim) menimpa wilayah Saba, pepohonan yang ada di sekitarnya menjadi pahit sebagai azab Allah kepada orang-orang yang mendustakan ayat-ayat-Nya. “Tetapi, mereka berpaling maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar[1236] dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr.” (QS Saba [34]: 16).

Kedelapan, nama Sulaiman menunjukkan sebagai nama orang Jawa. Awalan kata ‘su’merupakan nama-nama Jawa. Dan, Sulaiman adalah satu-satunya nabi dan rasul yang 25 orang, yang namanya berawalan ‘Su’.

Kesembilan, Sulaiman berkirim surat kepada Ratu Saba melalui burung Hud-hud. “Pergilah kamu dengan membawa suratku ini.” (QS An-Naml [27]: 28). Menurut Fahmi, surat itu ditulis di atas pelat emas sebagai bentuk kekayaan Nabi Sulaiman. Ditambahkannya, surat itu ditemukan di sebuah kolam di Candi Ratu Boko.

Kesepuluh, bangunan yang tinggal sedikit (Sidrin qalil). Lihat surah Saba [34] 16). Bangunan yang tinggal sedikit itu adalah wilayah Candi Ratu Boko. Dan di sana terdapat sejumlah stupa yang tinggal sedikit. “Ini membuktikan bahwa Istana Ratu Boko adalah istana Ratu Saba yang dipindahkan atas perintah Sulaiman,” kata Fahmi menegaskan.

Selain bukti-bukti di atas, kata Fahmi, masih banyak lagi bukti lainnya yang menunjukkan bahwa kisah Ratu Saba dan Sulaiman terjadi di Indonesia. Seperti terjadinya angin Muson yang bertiup dari Asia dan Australia (QS Saba [34]: 12), kisah istana yang hilang atau dipindahkan, dialog Ratu Bilqis dengan para pembesarnya ketika menerima surat Sulaiman (QS An-Naml [27]: 32), nama Kabupaten Sleman, Kecamatan Salaman, Desa Salam, dan lainnya. Dengan bukti-bukti di atas, Fahmi Basya meyakini bahwa Borobudur merupakan peninggalan Sulaiman. Bagaimana dengan pembaca? Hanya Allah yang mengetahuinya.

Wallahu A’lamulghuyub..

Borobudur dalam Jalinan Nilai Religi, Seni dan Sejarah

Saat ini ribuan bahkan jutaan orang telah menyaksikan secara langsung kemegahan Candi Borobudur. Tidak heran rumah ibadah umat Budha yang memiliki 72 stupa ini membuat decak kagum siapa pun juga. Tetapi masihkah kita percaya bahwa ia adalah bagian dari keajaiban dunia yang kita banggakan itu?

Kiranya pertanyaan inilah yang coba dijawab dalam Dialog kebudayaan dalam rangka pameran seni visual ‘The Thousand Mysteries of Borobudur’ dengan tema “Borobudur dalam Jalinan Nilai Religi, Seni & Sejarah”. Dialog ini dilaksanakan pada hari Minggu, 6 Mei 2007, Pukul 19.00 WIB di Jogja Gallery, Jalan Pekapalan No 7, Alun-alun Utara, Yogyakarta 55000.

Adapun nara sumber dialog ini terdiri dari para ahli sejarah, religi dan seni, diantaranya; St. Sunardi [staf pengajar Universitas Sanata Dharma/USD, Yogyakarta], Bante Phanyapharo [Wakil Joti Wihara Muntilan Magelang] dan DR. Daud Aris Tanudirja [Sejarawan, UGM]. Bertindak sebagai moderator dialog DR. Amiluhur Soeroso.

Tema “Borobudur Dalam Jalinan Nilai Religi, Seni & Sejarah” diangkat agar bangsa Indonesia sebagai pewaris Candi Borobudur tidak hanya kagum dan terbuai saja lantas melupakan nilai religi, seni dan sejarah Candi Borobudur. Nunuk Ambarwati, Chier of Project Coordinator, dalam siaran persnya menyatakan bahwa kita harus mengungkap lagi pengetahuan dan misteri yang ada pada Candi Borobudur.

Lebih lanjut Nunuk menjelaskan sudah ada yang mencoba mendekati Candi Borobudur dengan cara memecah bagian-bagian tertentu dari Borobudur, sehingga memudahkan orang untuk memahami detail sejarahnya. Namun pada bagian sejarah inilah banyak menyimpan data berpotensi meragukan. Untuk itu para sejarawan kita ditantang untuk lebih meyakinkan kepada dunia, minimal kapan tepatnya Borobudur itu didirikan.

Forum dialog yang diselenggarakan oleh Jogja Gallery berharap pertemuan ini mampu menimbulkan pergulatan intelektual yang menarik sehingga dapat memberi peluang terjadinya fenomena atau hasil kreativitas baru, seperti halnya yang pernah dihasilkan oleh seniman dan rohaniwan 13 abad yang lalu ketika bertemu membuat Borobudur. Selain itu dapat juga memunculkan satu kesepakatan dan pernyataan bersama yang bersifat himbauan kepada semua pihak yang merasa peduli kepada nasib Borobudur di masa depan.

KEMAH BHAKTI ANAK SANTRI 1 (KBAS 1) MTs SA AL IDRUS

Selasa, 19 Juni 2012

كتاب الصوم وأسراره ومهماته وما يتعلق به


أعلم‏:‏ أن في الصوم خصيصة ليست فى غيره، وهى إضافته إلى الله عز وجل حيث يقول سبحانه ‏(1): ‏"‏ الصوم لى وأنا أجزى به‏"‏، وكفى بهذه الإضافة شرفاً ، كما شرف البيت بإضافته إليه فى قوله ‏:‏ ‏{‏ وطهر بيتي ‏}‏ ‏[‏الحج ‏:‏ 26‏]‏‏.‏ وإنما فضل الصوم لمعنيين‏:‏
أحدهما‏:‏ أنه سر وعمل باطن ، لا يراه الخلق ولا يدخله رياء‏.‏
الثاني‏:‏ أنه قهر لعدو الله، لأن وسيلة العدو الشهوات، وإنما تقوى الشهوات بالأكل والشرب، وما دامت أرض الشهوات مخصبة، فالشياطين يترددون الى ذلك المرعى، وبترك الشهوات تضيق عليهم المسالك ‏.‏ وفى الصوم أخبار كثيرة تدل على فضله وهى مشهورة‏.‏
1ـ فصل فى سنن الصوم
يستحب السحور، وتأخيره، وتعجيل الفطر، وأن يفطر على التمر‏.‏
ويستحب الجود في رمضان، وفعل المعروف ، وكثرة الصدقة، اقتداء برسول الله صلى الله عليه وآله وسلم ‏.‏
ويستحب دراسة القرآن ، والاعتكاف فى رمضان ‏:‏ لا سيما فى العشر الأواخر، وزيادة الاجتهاد فيه‏.‏
وفى ‏"‏الصحيحين‏"‏ من حديث عائشة رضى الله عنها قالت ‏:‏ كان النبى صلى الله عليه وآله وسلم إذا دخل العشر ‏[‏يعنى الأخير‏]‏، شد مئزره، وأحيا الليل، وأيقظ أهله‏.‏ وذكر العلماء في معنى شد المئزر وجهين‏:‏
أحدهما ‏:‏ أنه الإعراض عن النساء‏.‏
الثاني‏:‏ أنه كناية عن الجد والتشمير فى العمل ‏.‏ قالوا ‏:‏ وكان سبب اجتهاده فى العشر طلب ليلة القدر‏.‏
2ـ بيان أسرار الصوم وآدابه
وللصوم ثلاث مراتب ‏:‏ صوم العموم‏.‏ وصوم الخصوص، وصوم خصوص الخصوص‏.‏
فأما صوم العموم فهو كف البطن والفرج عن قضاء الشهوة‏.‏
وأما صوم الخصوص‏:‏ فهو كف النظر ، واللسان، واليد، والرجل ، والسمع ، والبصر، وسائر الجوارح عن الآثام‏.‏
وأما صوم خصوص الخصوص‏:‏ فهو صوم القلب عن الهمم الدنيئة، والأفكار المبعدة عن الله تعالى، وكفه عما سوى الله تعالى بالكلية، وهذا الصوم له شروح تأتى فى غير هذا الموضع‏.‏
من آداب صوم الخصوص‏:‏ غض البصر، وحفظ اللسان عما يؤذى من كلام محرم أو مكروه ، أو ما لا يفيد ، وحراسة باقي الجوارح‏.‏
وفى الحديث من رواية البخارى، أن النبى صلى الله عليه وآله وسلم قال ‏:‏ ‏"‏من لم يدع قول الزور والعمل به، فليس لله حاجة فى أن يدع طعامه وشرابه ‏(2)(‏‏(‏المعنى أن الله لا يبالى بعلمه ولا ينظر إليه، لانه أمسك عما أبيح له فى غير وقت الصوم ولم يمسك عما حرم عليه فى سائر الأحايين‏)‏‏)‏ ‏"‏
ومن آدابه ‏:‏ أن لا يمتلئ من الطعام فى الليل، بل يأكل بمقدار ، فانه ما ملأ ابن آدم وعاءً شراً من بطن‏.‏ ومتى شبع أول الليل لم ينتفع بنفسه فى باقيه، وكذلك إذا شبع وقت السحر لم ينتفع بنفسه إلى قريب من الظهر، لأن كثرة الأكل تورث الكسل والفتور، ثم يفوت المقصود من الصيام بكثرة الأكل ، لأن المراد منه أن يذوق طعم الجوع، ويكون تاركا للمشتهى‏.‏
فأما صوم التطوع، فاعلم أن استحباب الصوم يتأكد فى الأيام الفاضلة، وفواضل الأيام بعضها يوجد فى كل سنة، كصيام ستة أيام من شوال بعد رمضان، وكصيام يوم عرفة، ويوم عاشوراء، وعشر ذي الحجة، والمحرم‏.‏وبعضها يتكرر في كل شهر، كأوله، وأوسطه ، وآخره، فمن صام أول الشهروأوسطه وآخره فقد أحسن ‏.‏ غير أن الأفضل أن يجعل الثلاثة أيام البيض‏.‏
وبعضها يتكرر في كل أسبوع وهو يوم الاثنين، ويوم الخميس‏.‏وأفضل صوم التطوع صوم داود عليه السلام، كان يصوم يوماً ويفطر يوماً، وذلك يجمع الثلاثة معان‏:‏
أحدها‏:‏ أن النفس تعطى يوم الفطر حظها، وتستوفى فى يوم الصوم تعبدها، وفى ذلك جمع بين ما لها وما عليها، وهو العدل
والثاني‏:‏ أن يوم الأكل يوم شكر، ويوم الصوم يوم صبر، والإيمان نصفان ‏:‏ شكر وصبر‏.‏
والثالث‏:‏ أنه أشق على النفس من المجاهدة، لأنها كلما أنست بحالة نقلت عنها‏.‏ فأما صوم الدهر‏:‏ ففى أفراد مسلم من حديث أبى قتادة رضى الله عنه أن عمر رضى الله عنه سأل النبى صلى الله عليه وآله وسلم فقال ‏:‏ كيف بمن يصوم الدهر كله‏؟‏ فقال‏:‏ ‏"‏ لا صام ولا أفطر أولم يصم ولم يفطر‏"‏ وهذا محمول على سرد الصوم فى الأيام المنهي عن صيامها‏:‏ فأما إذا أفطر يومي العيدين وأيام التشريق فلا بأس بذلك‏.‏فقد روى عن هشام بن عروة رحمه الله أن أباه كان يسرد الصوم، وكانت عائشة رضى الله عنها تسرد‏.‏وقال أنس بن مالك رضى الله عنه ، سرد أبو طلحة الصوم بعد رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم أربعين عاماً‏.‏
واعلم‏:‏ أن من رزق فطنة، علم المقصود بالصوم، فحمل نفسه قد ما لا يعجزه عما هو أفضل منه‏.‏
فقد كان ابن مسعود قليل الصوم، وكان يقول ‏:‏ إذا صمت ضعفت عن الصلاة وأنا أختار الصلاة على الصوم‏.‏وكان بعضهم إذا صام ضعف عن قراءة القرآن، فكان يكثر الفطر حتى يقدر على التلاوة، وكل إنسان أعلم بحاله وما يصلحه ‏ ‏.‏
خامساً كتاب الحج وأسراره وفضائله وآدابه ونحو ذلك
ينبغي لمن أراد الحج أن يبدأ بالتوبة، ورد المظالم، وقضاء الديون ، وإعداد النفقة لكل من تلزمه نفقته إلى وقت الرجوع، ويرد ما عنده من الودائع ‏.‏
ويستصحب من المال الحلال ما يكفيه لذهابه ورجوعه من غير تقتير، على وجه يمكنه معه التوسع بى الزاد، والرفق بالفقراء‏.‏ويستصحب ما يصلحه كالسواك ، والمشط والمرآة، والمكحلة‏.‏ويتصدق شئ قبل خروجه وإذا اكترى فليظهر للجمال كل ما يريد أن يحمله من قليل وكثير‏.‏ وقد قال رجل لابن المبارك‏:‏ احمل لى هذه الرقعة إلى فلان‏.‏ فقال‏:‏ حتى أستأذن الجمال‏.‏ وينبغى أن يلتمس رفيقا صالحاً محباً للخير معيناً عليه، إن نسى ذكره ، وإن ذكر أعانه، وإن ضاق صدره صبره‏.‏
وليؤمر الرفقاء عليهم أحسنهم خلقاً، وأرفقهم بالأصحاب ، وإنما احتيج إلى التأمير لأن الآراء تختلف، فلا ينتظم التدبير، وعلى الأمير الرفق بالقوم ، والنظر في مصالحهم، وأن يجعل نفسه وقاية لهم‏.‏
وينبغى للمسافر تطيب الكلام، وإطعام الطعام، وإظهار محاسن الأخلاق، فإن السفر يخرج خفايا الباطن، ومن كان في السفر آذى هو مظنة الضجر حِسنَ الخلق، كان في الحضر أحسن خلقاً‏.‏
وقد قيل ‏:‏ إذا أثنى على الرجل معاملوه بى الحضر ورفقاؤه في السفر فلا تشكوا في صلاحه‏.‏
وينبغى له أن يودَّع رفقاءه وإخوانه المقيمين، ويلتمس أدعيتهم ، ويجعل خروجه بكرة يوم الخميس، وليصل بى منزله ركعتين قبل الخروج منه ويستودع أهله وماله، ويستعمل الأدعية والأذكار والمأثورة عند خورجه من منزله، وفى ركوبه ونزوله، وهى مشهورة صفى كثير من الكتب في مناسك الحج، وكذلك جميع المناسك من الإحرام، والطواف والسعى، والوقوف بعرفة، وغير ذلك من أعمال الحج يأتى فيها بما ذكر من الأذكار والدعوات والآداب ، وكل ذلك مستوفى في كتب الفقه وغيرها، فليطلب هناك‏.‏
1ـ فصل في الآداب الباطنة والإشارة إلى أسرار الحج‏.
اعلم ‏:‏ أنه لا وصول إلى الله سبحانه وتعالى إلا بالتجرد والانفراد لخدمته، وقد كان الرهبان ينفردون في الجبال طلباً للأنس بالله، فجعل الحج رهبانية لهذه الأمة‏.‏
فمن الآداب المذكورة، أن يكون خالياً في حجه من تجارة تشغل قلبه وتفرق همه، ليجتمع على طاعة الله تعالى، وأن يكون أشعث أغبر، رث الهيئة، غير مستكثر من الزينة‏.‏
وينبغى أن يتجنب ركوب المحمل إلا من عذر، كمن لا يستمسك على الزاملة (1)
فإن النبى صلى الله عليه وآله وسلم حج على راحلة وتحته رحل رث‏.‏
وفى حديث جابر رضى الله عنه، عن النبى صلى الله عليه وآله وسلم قال‏:‏ ‏"‏ إن الله عز وجل يباهى بالحاج الملائكة فيقول‏:‏ انظروا إلى عبادى ، أتوني شعثاً غبراً من كل فج عميق، أشهدكم أنى قد غفرت لهم‏"‏‏.
وقد شرف الله تعالى بيته وعظمه، ونصبه مقصداً لعباده، وجعل ما حوله حرماً له تفخيماً لأمره، وتعظيماً لشأنه، وجعل عرفة كالميدان على فنائه‏.‏
واعلم ‏:‏ أن في كل واحد من أفعال الحج تذكرة للمتذكر، وعبرة للمعتبر‏.‏
فمن ذلك ‏:‏ أن يتذكر بتحصيل الزاد زاد الآخرة من الأعمال، وليحذر أن تكون أعماله فاسدة من الرياء والسمعة فلا تصحبه ولا تنفعه، كالطعام الرطب الذي يفسد في أول منازل السفر ، فيبقى صاحبه وقت الحاجة متحيراً ، فإذا فارق وطنه ودخل البادية وشهد تلك العقبات ، فليتذكر بذلك خروجه من الدنيا بالموت إلى ميقات القيامة وما بينهما من الأهوال‏.‏
ومن ذلك‏:‏ أن يتذكر وقت إحرامه وتجرده من ثيابه ، إذا لبس المحرم الإحرام لبس كفنه، وأنه سيلقى ربه على جزى مخالف لزي أهل الدنيا، وإذا لبى فليستحضر بتلبيته إجابة الله تعالى إذ قال‏:‏ ‏{‏ وأذن في الناس بالحج }‏ ‏[‏ الحج ‏:‏27 ‏]‏،وليرج القبول، وليخش عدم الإجابة ، وكذلك إذا وصل إلي الحرم ينبغي أن يكون الرجاء غالباً ، لأن الكرم عميم، وحق الزائر مرعى، وذمام المستجير لا يضيع‏.‏
ومن ذلك ‏:‏ إذا رأى البيت الحرام استحضر عظمته في قلبه، وشكر الله تعالى على تبليغه رتبة الوافدين إليه ، وليستشعر عظمة الطواف به ، فإنه صلاة، ويعتقد عند استلام الحجر أنه مبايع لله على طاعته ، ويضم إلى ذلك عزيمته على الوفاء بالبيعة، وليتذكر بالتعلق بأستار الكعبة والالتصاق بالملتزم لجأ المذنب إلى سيده وقرب المحب‏.‏
وأنشد بعضهم في ذلك‏:‏
ستور بيتك نيل الأمن منك وقد علقتها مستجيراً أيها الباري
وما أظنك لما أن علقت بها خوفاً من النار تنجيني من النار
وها أنا جار بيت أنت قلت لنا حجوا إليه وقد أوصيت بالجار
ومن ذلك ‏:‏ إذا سعى بين الصفا والمروة، ينبغي أن يمثلها بكفتي الميزان، وتردده بينهما شفى عرصات القيامة، أو تردد العبد إلى باب دار الملك، إظهاراً لخلوص خدمته ، ورجاء الملاحظة بعين رحمته ، وطمعاً في قضاء حاجته‏.‏
وأما الوقوف بعرفة‏:‏ فاذكر بما ترى فيه من ازدحام الخلق، وارتفاع أصواتهم واختلاف لغاتهم موقف القيامة، واجتماع الأمم في ذلك الموطن ، واستشفاعهم‏.‏
فإذا رميت الجمار‏:‏ فاقصد بذلك الانقياد للأمر، وإظهار الرق والعبودية، ومجرد الامتثال من غير حظ النفس‏.‏
وأما المدينة‏:‏ فإذا لاحت لك فتذكر أنها البلدة التي اختارها الله لنبيه صلى الله عليه وآله وسلم ، وشرع إليها هجرته، وجعل فيها بيته، ثم مثل في نفسك مواضع أقدام رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم عند تردده فيها ، وتصور خشوعه وسكينته، فإذا قصدت زيارة القبر ، فأحضر قلبك والهيبة له، ومثل صورته الكريمة في خيالك، واستحضر عظيم مرتبته في قلبك، ثم سلم عليه، واعلم انه عالم بحضورك وتسليمك، كما ورد في الحديث‏.‏